dan hujan pun berhenti


.



Judul buku : Dan Hujan Pun Berhent
Penulis : Farida Susanty
Penerbit : Grasindo
Cetakan : I, 2007
Tebal : 324 halaman
Kesendirian, kematian, cinta dan persahabatan. Gimana kalo semua hal-hal tadi diaduk jadi satu??. Kontradiksi, atau lebih tepatnya komplikasi mungkin. Kenapa ? Kontradiksi, karena hal-hal diatas mewakili dua sisi kenyataan, kesedihan dan kebahagiaan
Komplikasi, karena kerumitan buku ini cukup berhasil membuat saya bingung apa sebenarnya yang ingin disampaikan penulis pada saya, efeknya adalah saya menghabiskan kurang lebih 25 menit untuk berpikir hanya untuk menulis paragraf pembukanya saja.
Walaupun covernya yang didominasi oleh warna hitam dan berdasarkan komentar-komentar di belakang bukunya yang merujuk bahwa ceritanya adalah sebuah cerita yang gelap, tapi dari membaca judulnya, naluri kita mungkin akan melawan hal-hal tadi dengan alasan : “apa sih yang kita selalu harapkan setelah hujan berhenti ? sebuah pelangi bukan??”
Tokoh sentral dari buku ini adalah Leo, seorang anak SMA di Bandung. Tetapi kehidupan Leo tidak seperti layaknya anak–anak SMA pada umumnya. Leo kabur dari rumahnya dan memilih untuk tinggal di apartemennya sendirian, karena kedua orang tuanya yang sama-sama selingkuh menganggap Leo tak lebih dari seonggok sampah akibat sifatnya yang selalu memberontak. Seakan belum cukup, hidup Leo semakin tak berarah ketika teman terbaiknya, Iris, meninggal dunia. Sedih... Hingga akhirnya Leo berpendapat bahwa hidupnya begitu tak berarti..
Novel perdana Farida Susanty ini sangat kental dengan pernak-pernik Jepang. Mulai dari latar belakang keluarga konglomerat Miyazao, unsur budaya dalam teru teru bozu. Teru teru bozu ialah boneka putih terbuat dari kain yang terkenal dalam budaya Jepang. Di negeri sakura itu, orang-orang menggantungkan teru teru bozu di ranting pohon untuk membendung turunnya hujan. Dan di novel ini juga dihiasi bahasa Jepang yang sesekali dipergunakan, sampai keinginan beberapa karakter di dalamnya untuk bunuh diri. Meski harakiri merupakan elemen adat masyarakat Jepang sebagai solusi atas perbuatan yang dianggap memalukan, kemungkinan besar Farida melihat hal ini sebagai gejala yang merajalela di kalangan remaja dan anak di bawah umur di tanah air. Begitu mudahnya orang memutuskan bunuh diri. Orang-orang yang demikian berusaha menghindari permasalahan. Kematian itu mudah, namun kehidupan harus dijalani
Penjabaran karakter utama dijelaskan dengan cukup detail, sehingga kita tanpa sadar akan memaklumi setiap tindakan yang diambilnya. Tetapi yang paling menarik adalah penggambaran dari hubungan antar tokoh-tokoh yang terlibat, dimana kita akan melihatnya cukup rumit, sangat langka dalam dunia nyata tetapi logis. Penulis mampu memberikan sesuatu yang “berbeda” dalam hubungan antar manusia, baik itu cinta, persahabatan, maupun kasih sayang keluarga. Sangat berbeda dengan yang lain.
Farida menghadirkan beragam karakter yang tidak terkotak-kotak antara baik dan buruk bagaikan dalam dongeng. Luthfi yang rendah diri terhadap Leo dikisahkan berwajah biasa-biasa saja namun memiliki pengetahuan Sejarah menonjol. Tyo, musuh geng Leo, bahkan menyadari bahwa dirinya tidak mempunyai teman seakrab saingannya itu.
Bahkan kematian Iris sendiri menguak sebuah rahasia besar yang membuat Leo menyudahi ratapannya dan mencoba mensyukuri keadaan. Dan Hujan Pun Berhenti..benar-benar seperti yang diutarakan Sitta Karina di sampul belakang, “Kita dibawa bertubi-tubi menyelami jurang terdalam si tokoh dengan gaya menulis dan ilustrasi kata yang spontan dan liar.”
Akhirnya, setelah selesai membaca, buku ini mampu “menghibur” kita dengan ke”gelap”an dan akhirannya yang tak mudah ditebak. Bagi saya terutama., buku ini cukup berhasil mengajarkan saya bahwa semua orang berhak kesempatan kedua

Post a Comment